Kamis, 28 Juli 2011

ILMU KALAM

A. Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu kalam dalam bahasa Arab biasa diartikan sebagai ilmu tentang perkara Allah dan sifat-sifat-Nya. Oleh sebab itu ilmu kalam biasa disebut juga sebagai ilmu ushuluddin atau ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas tentang penetapan aqoid diniyah dengan dalil (petunjuk) yang kongkrit. Al-Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai maslah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.

Sedangkan, Ibnu Kaldun mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Melihat dari kedua definisi tersebut ilmu kalam bisa juga di defenisikan sebagai ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat. Oleh sebab itu sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dengan ilmu tauhid.

B. Latar Belakang Ilmu Kalam Munculnya ilmu kalam menurut Harun Nasution, dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap Islam.

Dalam sejarah Islam di terangkan bahwa perpecahan golongan itu tampak memuncak setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, sebagaimana dikatakan oleh Hudhari Bik, Hal itu menjadi sebab perpecahan pendapat kaum muslimin, yaitu satu golongan yang dendam atas Utsman bin Affan dan mereka adalah orang-orang yang membai’at Ali bin Abu Thalib r.a, dan satu golongan yang dendam atas terbunuhnya Utsman dan mereka adalah golongan yang mengikuti Muawiyah bin Abu Sofyan r.a.
Setelah terbunuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib r.a, Islam telah terpecah menjadi tiga golongan yakni golongan khawarij adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok bughot (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak. Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya. Jika melihat dari sejarah tersebut, awal dari ilmu kalam adalah karena adanya perbedaan atau perselisihan pendapat yang kemudian menimbulkan sebuah argumentasi-argumentasi yang di perdebatkan untuk membela masing-masing golongan dengan dasar yang bersumber dari Al-Qur`an.
Harun Nasution mengatakan, Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr ibn Al-As, Abu Musa Al-Asy`ari dan lain-lain menerima abitrase adalah kafir, karena Al-Qur`an mengatakan : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Q.S Al-Maidah – 44).
Dari ayat inilah mereka mengambil semboyan La hukma illa lillah. Pada masa pemerintahan Abbasiyah kedua yang di pimpin oleh khalifah Al-Ma`mun, perkembangan ilmu kalam banyak di pengaruhi oleh kesusteraan Yunani, khususnya pendapat-pendapat Aristoteles.
Pemerintahan Al-Ma`mun sendiri memberi sokongan kuat terhadap ahli kalam, mengalahkan ahli hadits. Sehingga menimbulkan peperangan argumentasi antara ahli kalam dengan ahli hadits. Hudhari Bik mengatakan, Para Ahli hadits telah sepakat untuk melawan gerakan kalamiah ini, dan jumhur bersama mereka (ahli hadits), maka apa yang mereka maksudkan dapat tercapai. Harun Nasution mengatakan, Teologi mereka yang bersifat rasional dan liberal itu bagi kaum intelegensia yang terdapat dalam lingkungan pemerintahan Islam Abbasiah di permulaan abad ke-9 Masehi sehingga khalifah Al-Ma`mun (813-833 M), putra dari khalifah Harun Ar-Rasyid (766-809 M) pada tahun 827 M menjadikan teologi Mu`tazilah sebagai mazhab yang resmi dianut negara. Pada masa pemerintahan khalifah Al-Mutawwakil pada tahun 856 M, aliran Mu`tazilah ini mendapatkan perlawanan yang bukan sedikit di kalangan umat Islam.
Perlawanan ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang disusun oleh Abu Hasan Al-Asy`ari (935 M), yang kemudian terkenal dengan teologi Al-Asy`ariah atau mazhab Al-Asy`ariyah. Di samping aliran Asy`ariah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran Mu`tazilah, aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi (944 M), aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-Maturidiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar